Tugas Utama Densus 88 Polri Adalah
Densus 88. (Foto:Pelopor.id/Ist)
Jakarta – Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Negara Republik Indonesia (Densus 88 AT Polri) adalah satuan yang diprioritaskan untuk menghancurkan setiap tindak pidana terorisme di Tanah Air.
Densus 88 dibentuk setelah tragedi Bom Bali tahun 2002 dan mulai beroperasi tahun 2003 silam. Anggota densus 88 memiliki kemampuan untuk menindak setiap aktivitas terorisme, mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan.
Densus 88 dirintis pertama kali oleh Kombes Gories Mere yang kemudian diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Firman Gani pada 26 Agustus 2004.
Densus 88 dibentuk berdasarkan Skep Kapolri No 30/VI/2003 tanggal 20 Juni 2003, untuk melaksanakan Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aturan ini, memberikan kewenangan kepada Densus 88 untuk melakukan penangkapan dengan bukti awal dapat berasal dari laporan intelijen manapun selama 7×24 jam. Undang-Undang itu, populer di dunia dengan sebutan “Anti-Terrorism Act”.
Densus memakai angka 88 yang berasal dari kata ATA (Anti-Terrorism Act) yang bunyinya mirip Eighty Eight (88) atau dilafazkan Ei-Ti-Ekt. Sedangkan logonya yang berbentuk burung hantu memiliki filosofi sifat pemburu yang waspada, cekatan, cepat dan cerdas khas burung nokturnal itu.
Jumlah pasukan Densus 88 di tingkat pusat berjumlah 400 orang, yang terdiri dari pasukan bersenjata, ahli teknis seperti ahli peledak dan ahli forensik pascaledakan. Awalnya, hanya beranggotakan 75 orang yang dipimpin oleh AKBP Tito Karnavian. Lalu jumlah personelnya bertambah menjadi 337 orang pada 2011.
Seluruh provinsi di Indonesia memiliki perwakilan Densus 88 AT Polri yang disebut dengan Satgaswil Densus 88 AT Polri. Fungsi Satgaswil Densus 88 AT Polri tersebut, adalah mendeteksi aktivitas para teroris di setiap daerah serta menangkap para pelaku tindak pidana terorisme yang dapat merusak kedaulatan Republik Indonesia.
Selain Densus 88 AT Polri, Indonesia juga punya satuan anti teror lainnya seperti Koopssus TNI, Kopaska TNI AL, Yontaifib Kormar RI, Pasgegana Korbrimob Polri, Sat 81 Kopassus TNI AD, Denjaka Kormar RI, Sat Bravo 90 Kopasgat TNI AU, Tontaipur Kostrad TNI AD, Yon Raider TNI AD, dan Nitintelsus BIN RI. []
Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Densus 88 AT Polri adalah satuan anti teror milik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diprioritaskan untuk menghancurkan setiap tindak pidana terorisme di Republik Indonesia.
Satuan Anti Teror Burung Hantu ini dilatih untuk menangani semua jenis aksi terorisme di Indonesia.
Densus 88 AT Polri diciptakan sebagai satuan anti teror yang memiliki kemampuan untuk menumpas setiap aktivitas terorisme di tanah air Indonesia.
Densus 88 AT Polri terdiri dari anggota-anggota polisi yang berpengalaman dalam strategi dan taktik terhadap tindak pidana terorisme.
Selain itu, seluruh provinsi yang ada di Indonesia juga memiliki perwakilan Densus 88 AT Polri yang disebut dengan Satgaswil Densus 88 AT Polri.
Fungsi Satgaswil Densus 88 AT Polri adalah mendeteksi aktivitas para teroris di setiap daerah serta menangkap para pelaku tindak pidana terorisme yang dapat merusak kedaulatan Republik Indonesia.
Densus 88 AT Polri adalah salah satu dari satuan anti teror di Indonesia, di samping Koopssus TNI, Kopaska TNI AL, Yontaifib Kormar RI, Pasgegana Korbrimob Polri, Sat 81 Kopassus TNI AD, Denjaka Kormar RI, Sat Bravo 90 Kopasgat TNI AU, Tontaipur Kostrad TNI AD, Yon Raider TNI AD, dan Nitintelsus BIN RI.
Sumber: Wikipedia.org
Apa tugas Densus 88 Antiteror Polri? Satuan khusus ini sudah banyak dikenal masyarakat terkait tugasnya yang berkaitan dengan pemberantasan terorisme. Foto: Dok SINDOnews
? Satuan khusus ini sudah banyak dikenal masyarakat terkait tugasnya yang berkaitan dengan pemberantasan terorisme.
Berbicara terkait tugas Densus 88 Antiteror, kebanyakan orang berpikir mungkin hanya menangani aksi terorisme saja. Namun, sebenarnya tugas dari satuan khusus ini lebih dari itu.
Satuan yang terbentuk pada tahun 2003 ini telah menjadi unsur pelaksana pokok bidang penanggulangan tindak pidana terorisme di Indonesia.
Anggota Densus 88 AT dilatih khusus untuk menangani segala jenis ancaman terorisme baik terkait kelompok bersenjata maupun teror bom.
Karena itu, satuan ini dibentuk secara khusus agar setiap anggotanya memiliki kemampuan menangani gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan.
Tugas Densus 88 Antiteror Polri
Pada dasarnya tugas Densus 88 memanglah sangat berkaitan dengan penanggulangan dan penindakan aksi terorisme. Dalam tugasnya itu, mereka bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan intelijen, pencegahan, penindakan, penyidikan, identifikasi, dan sosialisasi terkait terorisme.
Satuan ini dibentuk untuk melaksanakan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2002 terkait Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
UU ini merupakan kewenangan mereka untuk melakukan penegakan hukum terhadap teroris berdasarkan bukti dari laporan intelijen selama 7x24 jam.
Densus 88 di pusat (Mabes Polri) berkekuatan diperkirakan 400 personel terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.
Selain itu, masing-masing kepolisian daerah juga memiliki unit antiteror yang disebut Densus 88 beranggotakan 45-75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih terbatas.
Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktivitas teror di daerah. Melakukan penangkapan kepada personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara.
Dapatkan Berita Terkini khusus untuk anda dengan mengaktifkan notifikasi Antaranews.com
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror atau Densus 88 AT Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diduga membuntuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah saat makan malam di sebuah rumah makan di Cipete, Jakarta Selatan. Satu dari dua anggota Densus 88 kemudian ditangkap oleh polisi militer yang merupakan pengawal Febrie.
Ketika ditanya mengenai hal itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo belum memberikan penjelasan. “Saya baru selesai giat pengamanan WWF di Bali dan masih ada pertemuan lanjutan beberapa ministry,” kata Listyo Sigit pada Rabu, 23 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri, Densus 88 AT merupakan unsur pelaksana tugas pokok di bidang penanggulangan tindak pidana terorisme. Densus 88 AT dipimpin oleh Kepala Densus (Kadensus) 88 AT yang bertanggung jawab langsung kepada Kapolri, serta dibantu oleh Wakil Kadensus (Wakadensus) 88 AT. Satuan Polri itu memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan intelijen, pencegahan, penindakan, penyidikan, identifikasi, dan sosialisasi dalam rangka penanggulangan aksi terorisme.
Jabatan Kadensus 88 AT saat ini dipegang oleh Brigjen Sentot Prasetyo. Dia menggantikan Irjen Marthinus Hukom yang dimutasi menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Jumat, 7 Desember 2023. Dalam bertugas, Sentot dibantu Wakadensus 88 AT Brigjen I Made Astawa.
Pasukan khusus yang juga dikenal sebagai Satuan Anti Teror Burung Hantu itu diisi oleh anggota polisi berpengalaman dalam strategi dan taktik terhadap tindak pidana terorisme. Di seluruh provinsi di Indonesia melalui Kepolisian Daerah (Polda), terdapat perwakilan Densus 88 AT yang disebut sebagai Satgaswil Densus 88 AT.
Melansir Jurnal Ilmiah Pustaka (2022), kewenangan Densus 88 AT Polri dalam menangani aksi terorisme didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang.
Densus 88 AT Polri dibentuk sebagai respons terhadap semakin berkembangnya ancaman teror dari organisasi yang merupakan bagian dari jaringan Al Qaeda, yaitu Jama’ah Islamiyah (JI) pada 2003. Di pusat (Mabes Polri), jumlah personel Densus 88 AT diperkirakan mencapai 400 orang yang terdiri atas ahli investigasi, ahli penjinak bom (bahan peledak), dan unit pemukul, termasuk ahli penembak jitu.
Sementara itu, Densus 88 AT di daerah diperkirakan beranggotakan sekitar 45-75 orang, tetapi dengan kemampuan dan fasilitas yang terbatas. Pasukan khusus antiteror di Polda bertugas memeriksa laporan aktivitas terorisme di daerah dan menangkap pihak-pihak yang dapat membahayakan keamanan negara.
Daftar Operasi Antiteror di Indonesia
Sejak resmi didirikan, Densus 88 AT telah menangkap sebanyak 840 teroris selama kurun waktu 13 tahun. Data terakhir mencatatkan bahwa sekitar 245 orang dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan 126 orang lainnya masih ditahan. Selain itu, Densus 88 telah menewaskan 54 orang tersangka terorisme, termasuk teroris legendaris Dr. Azhari dan Noordin M. Top. Adapun beberapa operasi antiteror Densus 88 sebagai berikut:
Densus 88 Mabes Polri menyergap kediaman teroris Dr. Azhari di Kota Batu, Jawa Timur pada 9 November 2005. Peristiwa itu menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut.
Dalam operasi pada 2 Januari 2007, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap 19 dari 29 warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Operasi penangkapan itu merenggut nyawa seorang polisi dan sembilan warga sipil.
Tersangka jaringan teroris Al Jamaah Al Islamiyah, Yusron Mahmudi alias Abu Dujana berhasil dibekuk di Desa Kebarongan, Kemranjen, Banyumas, Jawa Tengah, pada 9 Juni 2007. Abu Dujana sendiri merupakan salah satu alumni perang Afghanistan dan mengikuti pelatihan di Mindanao.
Pengepungan di Kampung Kepuhsari, Kelurahan Mojosongo, Jebres Solo, pada 17 September 2009 berhasil menewaskan lima teroris. Teroris yang dimaksud adalah Noordin M. Top, Bagus Budi Pranowo alias Urwah, Aryo Sudarso alias Aji, serta Hadi Susilo dan istrinya, Munawaroh.
Tim Densus 88 dan Polda Metro Jaya menggerebek sebuah rumah kontrakan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang, pada Selasa sore, 31 Desember 2013 hingga Rabu pagi, 1 Januari 2014. Penggerebekan disertai baku tembak itu menewaskan enam terduga teroris bagian dari kelompok Abu Roban.
Copyright © 2024 ANTARAFOTO
Hak Cipta © 2023 Divisi Humas Polri. All Right Reserved.
JAKARTA, KOMPAS.com – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sedang mengkaji pengembangan dan penambahan personel di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, dalam kajian itu diperkirakan akan menambah sebanyak 1.500 hingga 2.000 personel Densus 88.
"Ke depan akan dikaji penambahan sekitar 1.500 sampai dengan 2.000 (personel)," kata Dedi saat dikonfirmasi, Kamis (17/2/2022).
Dedi menambahkan, nantinya ribuan personel itu akan ditempatkan di 34 wilayah provinsi Indonesia agar kinerja Densus 88 semakin optimal dalam memberantas terorisme.
Kendati demikian, Dedi menegaskan, hal itu masih berupa kajian dan pihaknya masih melakukan kalkulasi terkait jumlah rencana penambahan personel Densus 88.
Baca juga: Muhammadiyah Bengkulu Nonaktifkan 3 Kader yang Ditangkap Densus 88
"Agar dapat lebih optimal dalam operasional mitigasi aksi terorisme," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan mengembangkan struktur organisasi Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Kapolri berharap jumlah personel Densus 88 bisa bertambah dua kali lipat.
"Kita akan kembangkan. Jumlah personel (Densus 88 saat ini) 3.701, saya harapkan berkembang dan bisa dua kali lipat," ujar Sigit di acara Senior Level Meeting Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, di Bali, Rabu (16/2/2022).
Menurutnya, pengembangan ini sebagai upaya mengoptimalkan peran dari pencegahan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana kejahatan terorisme di Indonesia.
Baca juga: Personil Densus 88 Akan Ditambah 2 Kali Lipat, Kapolri: Pemerintah Sudah Setuju
Mantan Kapolda Banten ini menyampaikan, pemerintah juga telah menyetujui rencana tersebut.
"Sejalan dengan tantangan yang meningkat dan semakin kompleks, maka pemerintah setuju terhadap usulan kita pengembangan struktur Densus 88 Antireror Polri," ucapnya.